Satu dari lima orang dengan epilepsi menunjukkan gejala attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).
Peneliti di Neurological Surgery mengatakan angka penderita epilepsi dengan ADHD empat kali lebih tinggi dari populasi pasien ADHD pada umumnya, sekitar 4,4 persen.
ADHD terjadi pada 8-10 persen anak dan remaja.
Diagnosis ADHD dilakukan ketika anak menunjukkan enam atau lebih gejala impulsif hiperaktif atau lebih terkait kecerobohan.
Beberapa gejala ADHD bertahan dengan kemungkinan 66 persen hingga periode dewasa.
“Hingga saat ini, sedikit yang diketahui tentang prevalensi gejala ADHD pada orang dewasa dengan epilepsi,” kata Alan B.
Ettinger, direktur Neurological Surgery P.C.
(NSPC) dan profesor neurologi klinis.
“Setahu saya, ini adalah pertama kali gejala ADHD pada penderita epilepsi dijelaskan dalam literatur ilmiah.
Namun, adanya gejala-gejala ini bisa sangat memengaruhi mutu kehidupan, suasana hati, kekhawatiran, dan aktivitas pasien dalam kehidupan sosial maupun pekerjaan.” Para pasien dewasa ini telah melaporkan diri mengidap epilepsi sebagai bagian dari studi epilepsi komalis dan kesehatan (epik) yang telah menerima survei dari para peneliti.
Survei ini termasuk Kuesioner Kesehatan (PHQ-9), Laporan Diri ADHD Dewasa (ASRS-6), dan Penilaian Disabilitas Generasi (GAD-7).
Faktor yang mempengaruhiStudi ini juga melihat faktor-faktor lain yang mempengaruhi kesehatan fisik dan mental pasien, seperti dosis obat antiepilepsi dan frekuensi kejang dalam tiga bulan terakhir.
Indikator lain memeriksa hasil kualitas hidup.
Peneliti menggunakan analisis statistik untuk menentukan hubungan antara gejala ADHD dan dengan kualitas hidup.
Para peneliti menganalisis sampel dari 1.361 pasien epilepsi dewasa dengan gejala ADHD.
Mereka juga memiliki tingkat depresi tinggi dan kecemasan yang lebih serta lebih sering kejang.
“Studi ini memperkuat fakta kita perlu memperluas wawasan tentang apa yang berhubungan dengan epilepsi,” ucap Ettinger.
“Pasien kami mungkin juga memiliki istilah penyakit bawaan lain dan pemeriksaan serta pengobatan dapat berdampak signifikan pada kehidupan keluarga, sekolah, dan pekerjaan.” “Dokter yang bertanggung jawab pada pasien epilepsi sering berasumsi ada depresi, kecemasan, dan penurunan kualitas hidup serta efek psikologis dari kejang, terapi antiepilepsi, dan gangguan sistem saraf pusat.
Hasil kami adalah ini menunjukkan ADHD mungkin juga memainkan peran penting,” kata Ettinger.
“Namun, belum diketahui apakah epilepsi-ADHD sama dengan ADHD pada umumnya.
Langkah selanjutnya adalah memvalidasi metode skrining ADHD, terutama pada epilepsi, dan mengklarifikasi gejala ADHD pada pasien epilepsi.
Ini akan meletakkan dasar untuk penelitian terapeutik masa depan yang menjanjikan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dewasa dengan epilepsi,” tandasnya.
TUNISIESOIR | NADIA RAICHAN FITRIANUR